ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
مَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ
1.
Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis. 2. berkat nikmat
Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila.
A.
Kajian Kosakata
Huruf wawu
(و) yang pertama merupakan salah satu huruf qasam (sumpah).
Sehingga dapat diterjemahkan menjadi “demi”. Kata القلم/al-qalm menggunakan alif lam ta’rif, sehingga
bentuknya ma’rifah diikuti isim alam.
Dalam kaidah
kebahasaan disebutkan bahwa makrifat itu berfungsi mengkhususkan pembicaraan
di dalam pikiran pendengar, mengagungkan, atau merendahkan.
Sehingga dengan menyebutkan al-qalm dapat dipahami bahwa Allah swt memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan benda tersebut. Soalnya, Allah swt
tidak mungkin menyebut sesuatu kecuali menginginkan agar manusia sebagai objek
dari Al Qur’an bisa memperhatikan benda yang disebutkan Allah swt lebih dari
benda lain.
Sementara,
huruf wawu (و) yang kedua sebagai huruf athaf (penghubung). Kata قلم dan مايسطرون sama-sama berbentuk mufrad,
sehingga untuk memahaminya, dapat dipakai kaidah sebagai berikut.
يشترك حرف العطف في المعنى إذاعطف مفرداعلى مفرد
Kata yang dihubingkan dengan huruf athaf dapat
dikatakan maknanya setara, jika kata yang di hubungkan sama-sama berbentuk
mufrad.
Melihat kaidah tersebut, ayat diatas dapat
diterjemahkan dengan “demi pena dan demi apa yang di tuliskan.” Sebab
kedua kata tersebut bisa dianggap meiliki kedudukan yang setara, sesuai fungsi
huruf wawu (و), yaitu
المشاركة بين الشيئين
Menyetarakan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Kata يسطرون/yasthuruna terambil
dari dari sathara yang berarti menulis, menggambar, mencoret,
mencoreng. Akar kata ini adalah sathr yang berarti garis. Akar
kata sathar dan yasthuru punya ikatan makna yang kain terkait.
Bahwasanya, garis (sathr) dihasilkan melalu coretan dan tulisan.
B.
Asbabun Nuzul
Ayat
2 di atas punya kronogis (Asbabun Nuzul). Dalam suatu riwayat diceritakan, ketika
masa-masa awal diturunkannya wahyu, Nabi kaget dan menggigil ketika bertemu
dengan sosok malaikat Jibril yang menampakkan wujud aslinya kepada
Nabi. Hal ini sering terjadi ketika Nabi menerima wahyu. Melihat hal itu, orang
Quraisy menyebut beliau sebagai orang gila. Ayat ini menjelaskan bahwa
sejatinya Nabi adalah orang yang mendapat nikmat kenabian, bukan semata-mata
orang gila sebagaimana yang dituduhkan orang Quraisy kepadanya.
C.
Munasabah Ayat
Ayat
pertama surah al-Qalam bila diperhatikan terdapat kata al-qalam (pena).
Kata ini yang mengindikasikan bahwa ayat pertama ini punya kaitan/munasabah
dengan surah al-Alaq ayat 3-5, yang berbunyi: yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Selain
itu, pembahasan tentang nikmat ini juga ditegaskan dalam ayat selanjutnya, yang
berbunyi: dan Sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang
tidak putus-putusnya.
Dari
sini, dapat dilihat munasabah antara ayat yang satu dengan ayat lainnya. Ini
merupakan satu dari sekian banyak kemukjizatan Al Qur’an. Sehingga dapat
difahami bahwa salah satu nikmat yang dianugerahkan kepada Nabi adalah pahala
dari Allah swt.
Jika
dicermati, terdapat munasabah antara dua ayat pertama dan dua ayat terakhir
dalam surah ini. Ayat pertama bicara tentang sumpah Allah dengan qalam/pena
dan Al-Qur’an, dan ayat terakhir pun bebicara tentang fungsi Al-Qur’an sebagai
peringatan, meskipun dengan redaksi yang berbeda. Redaksinya yaitu sebagai
berikut.
1.
Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis
52. dan Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh
umat.
Selanjutnya
pada ayat kedua berbicara tentang tuduhan orang quraisy kepada Nabi sebagai
orang gila, begitu pun ayat kedua terakhir (ayat 51) yang berbicara demikian,
dengan kata yang sama.
2. berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan
orang gila.
51. dan Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir
menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran
dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang
gila".
D.
Pandangan Mufassir
Sayyid Muhammad Husain Ath Thaba’thaba’i dalam al-Mizan
fi al-Tafsir al-Qur’an menjelaskan bahwa yang dimaksud al-qalam dan ma yasthurun diatas adalah al-maktub (sesuatu yang di tuliskan). Ini menunjukan
betapa besarnya nikmat ilahiyah, fungsinya yaitu memberikan hidayah
secara preogratif kepada hamba-Nya, baik itu secara dzahir berupa
kemampuan berbicara dengan lancar dan kemampuan memiliki ingatan yang kuat,
yang tampak oleh panca indera. Ataupun secara dhamir (yang tersembunyi)
berupa rasa tentram di dalam hati. Sehingga melalui hidayah itu semua, manusia
dapat menghadirkan apa-apa yang ada pada dimensi ruang dan waktu tanpa ada
penghalang. Hidayah itulah yang akhir-akhir ini dikenal dengan ilmu
pengetahuan. Qalam bisa juga diartikan sebagai sesuatu yang tinggi yang
menjadi awal penciptaan alam semesta, seperti lauhul mahfudz. Sedangkan
makna yasthurun disana berarti yang menjaga (hafadzah). Kalimat
tersebut bukanlah kalimat jama’, melainkan makna li at-Ta’dzim
(mengagungkan) Allah swt yang telah menciptakan qalam.
Huruf
ba disini bermakna sababiyah. Sehingga tidak mungkin Nabi
dianggap orang gila sebab mendapatkan nikmat Allah berupa wahyu kenabian. Ayat
ini bisa dimaknai secara harfiah, bahwa Allah swt menyuruh untuk membaca (pada
QS Al Alaq ayat 1-5), kemudian Allah swt menjelaskan tentang pena yang biasa
digunakan untuk menulis beserta apa yang dituliskan didalamnya (al Qur’an).
E.
Pandangan Penulis
Al-Qur’an
memang bukan kitab pengetahuan secara khusus, karena di dalamnya terdapat
nilai-nilai penting yang lain, seperti sejarah, tauhid, syari’ah dan banyak
lagi, sesuai dengan kebutuhan khitabnya (manusia). Namun, Al-Qur’an senantiasa
menyuruh agar manusia menggunakan potensi akal yang telah Allah swt anugerahkan
kepadanya. Dalam kajian ilmu mantiq (logika), akal itu yang menjadi pembeda
antara manusia dan mahluk lain.
الإنسان حيوان ناطق
“Manusia adalah
hewan yang mampu berfikir.”
Ungkapan
diatas cukup menggelitik. Disatu sisi manusia satu tingkat lebih tinggi dari
binatang karena dikaruaniai akal gharizi (yang mampu mengetahui
keberadaan Tuhan). Namun, di sisi lain, andai akal itu tidak digunakan dengan
sebaik mungkin, manusia sama seperti hewan.
Pengetahuan
teramat penting. Hal ini tercermin dalam Al Qur’an Surah Al Mujadallah (58)
ayat 11, yang berbunyi sebagai berikut.
....niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Pada ayat di atas, Allah swt memposisikan orang
berilmu setelah orang beriman. Ini menunjukan derajat mereka dekat (atau bahkan
mungkin bisa sejajar). Itu merupakan bentuk penghormatan Allah
swt kepada orang yang memiliki ilmu (pengetahuan). Hal ini diperkuat oleh
pendapat imam az-Zarnuji dalam kitabnya, Ta’lim al-Muta’allim, tentang mudharat
orang yang tidak berilmu.
فساد كبير عالم متهتك
# وأكبر منه جاهل متنسك
همافنتة للعالمين عظيمة # لمن بهمافى دينه يتمسك
Hancur
lebur, orang alim tak tereratur #
lebih
lebur bila si jahil ibadah ngawur
Keduanya
menjadi fitnah, menimpa ganas di dunia #
atas
yang mengikutinya sebagai dasar peri agama
Dikarenakan
ilmu pengetahuan menempati posisi penting dalam membangun peradaban, maka mencerdaskan
kehidupan bangsa menjadi salah satu tujuan utama kemerdekaan Republik
Indonesia yang tercatat dalam pembukaan UUD 1945. Sebagaimana telah kita
ketahui bersama bahwa kemerdekaan Republik Indonesia ini melibatkan banyak
komponen masyarakat seperti tentara, ulama, santri, tokoh politik, pelajar,
serta masyarakat umum yang lain.
Dari
uraian ayat yang telah disebutkan, saya mengambil natijah bahwa Allah
swt ingin menjelaskan kepada kita bahwa masih banyak ayat kauniyah (alam
semesta) yang harus digali berdasarkan petunjuk dari ayat qauliyah (Al
Qur’an). (ARIF RAHMAN SYAHID)
Komentar
Posting Komentar