وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan
sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
A. Kajian Makna
Kata لَعَلَىٰ/la ala merupakan
frase yang tersusun dari dua kata, yaitu lam dan ala, yang
kemudian dapat berarti benar-benar atas. Hal yang sangat urgen dalam
frase ini adalah kata lam yang—dalam gramatikal bahasa Arab disebut lam
tawkid—berfungsi memperkuat informasi. Bahwasanya Nabi Muhammad saw
merupakan sosok utusan Allah yang kepribadiannya dihias dengan budi pekerti
yang baik/mulia.
Kata خُلُقٍ/khuluq merupakan
kata yang terambil dari kata khalaqa yang bermakna menciptakan
(created). Kata khuluq sendiri seringkali diterjemahkan dengan a
moral (budi pekerti). Khuluq/budi pekerti, bagi sebagian pakar, seringkali
dikaitkan dengan kata khaliq/pencipta dan makhluq/yang diciptakan. Tiga
kata ini terambil dari kata yang sama, yaitu khalaqa, sehingga kesamaan
ini tiga kata ini memiliki keterkaitan makna. Bahwasanya, budi pekerti itu
selalu menghiasi kepribadian manusia terhadap Tuhannya sebagai khaliq, dan
juga kepada sesama manusia sebagai makhluq.
B.
Asbab An-Nuzul
Terdapat suatu riwayat yang menggambarkan kronologis turunnya ayat 4. Diriwayatkan
dari Abu Nu’aim di dalam kitab Ad-Dalail dan Al-Wahidi dengan
sanad yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa tidak ada seorangpun yang
memiliki akhlak yang lebih mulia daripada akhlak Rasulullah saw. Apabila
seseorang memanggil beliau, baik sahabat, keluarga, atau penghuni rumahnya
beliau selalu menjawab, “Labbaik (saya memenuhi panggilanmu)”.
C.
Munasabah
Munasabah ayat 4 tersebut adalah surah al-Ahzab ayat 21, yang
berbunyi:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Surah al-Qalam ayat 4 dan surah al-Ahzab ayat 21 merupakan dua ayat yang
sama-sama menggambarkan kepribadian Nabi Muhammad saw. Bahwasanya beliau
termasuk manusia yang dikarunia budi pekerti/akhlak yang sangat mulia
dibandingkan manusia selainnya.
D.
Pandangan Mufasir
Mukhathab/lawan bicara yang dimaksud pada ayat di
atas adalah Nabi Muhammad saw. Karena itu, dipahami manusia yang kepribadiannya
dimuliakan/diagungkan oleh Allah dengan karunia akhlak adalah Nabi Muhammad
saw, bukan manusia yang lain. Demikian as-Sayuthi dan al-Mahalli.
Budi pekerti/akhlak, lanjut as-Suyuthi dan al-Mahalli,
merupakan beragama. Artinya, agama tidak harus dipahami sebatas ritual shalat,
zakat, puasa, dan haji bagi yang mampu. Akan tetapi, akhlak merupakan
standarisasi agama, sehingga manusia yang beragama dan tidak berakhlak, maka
hilanglah secara tidak langsung agama pada dirinya. Karena, bagi al-Maraghi, Allah telah menjadikan manusia mempunyai rasa malu, mulia hati, pemberani,
pemaaf, penyabar, dan berbudi pekerti/berakhlak.
E.
Pandangan Penulis
Ayat ini
adalah pemberitahuan/penegasan bahwa Rasulullah memiliki akhlak yang sangat
agung dan sangat terpuji yang patut dijadikan teladan untuk ummatnya. (FEJRI ENDRIANTO)
assalamualaikum, ulama yang mengarang kitab ini siapa akhi?,
BalasHapusana minta namanya